Manusia berkomunikasi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia tergantung dengan keadaan sosio historis pada saat manusia itu hidup. Kebutuhan manusia sewaktu zaman pra-sejarah tentunya berbeda dengan manusia pada zaman sekarang. Begitu juga dengan teknik dan pola komunikasi manusia, berbeda antara manusia sekarang dan manusia pada zaman prasejarah. Pra-sejarah yang dimaksud di sini adalah zaman sebelum manusia mengenal kebudayaan, di mana tulisan termasuk ke dalam contoh kebudayaan itu sendiri.

Untuk mengetahui dan mempelajari sejarah, maka yang perlu kita ketahui adalah sesuatu yang pernah dihasilkan oleh manusia (masyarakat) pada waktu itu. Karena kita membahas tentang komunikasi manusia sebelum ditemukannya tulisan, maka yang kita perhatikan adalah cara-cara manusia satu berhubungan berhubungan dengan manusia lainnya. Cara-cara itu bisa berupa gambar, simbol, gerak tubuh, atau yang lainnya. Seperti contoh yang terdapat dalam Perkembangan Teori Komunikasi; Modul 2, dituliskan bahwa sejak zaman pra-sejarah untuk memberikan peringatan bila ada bahaya, atau untuk memberitahukan ditemukannya sesuatu yang berharga, misalnya, biasanya dilakukan dengan cara berteriak sekuat-kuatnya untuk meningkatkan jangkauan komunikasi suara sehingga dapat secara simultan mencapai seluruh kelompok masyarakat di suatu kawasan.[1]

Gambar dan Patung

Cara berkomunikasi melalui gambar dan patung ditunjukkan pada tahap kebudayaan Paleolitik muda. Dalam tahap ini terbagi lagi menjadi empat periode kebudayaan yaitu, Aurignacian, Gravettian, Solutrean, dan Magdalenia. Tahap paleolitik muda ini diawali dengan periode Aurignacian, 34.000 sampai 30.000 tahun yang lalu. Walaupun tidak terdapat gua-gua bergambar yang diketahu berasal pada periode tersebut, orang-orang sudah membuat manik-manik kecil dari gading. Mereka juga menghasilkan patung-patung manusia dan hewan yang sangat halus, yang biasanya diukir pada gading.

Masyarakat periode Gravettian, 30.000 sampai 22.000 tahun yang lalu adalah yang pertama membuat patung lempung. Sebagian berbentuk hewan sebagian berbentuk manusia. Lukisan gua pada masa periode ini sangat jarang. Tetapi cetakan negatif telapak tangan telah ditemukan di beberapa gua. Meskipun demikian inovasi Gravettian yang paling terkenal adala patung-patung perempuan yang sering tanpa roman muka dan betis. Patung ini terbuat dari tabah liat, gading, atau kapur, dan ditemukan di sebagian eropa.

Pada periode Solutrean baru muncul mural gua atau gambar pada gua. Namun yang lebih menonjol adalah pahatan gambar cukil (bas relief) yang besar, yang sering ditemukan di teras-teras keluarga.

Magdalenia, 18.000 sampai 11.000 tahun yang lalu, merupakan periode terakhir dari tahap kebudayaan Paleolitik Muda. Dan pada periode inilah era mural-mural gua-dalam (deep-cave painting). Sebanyak 80 persen gua bergambar ditemukan berasal dari masa ini.

Bahasa

Mengenai berlangsungnya evolusi bahasa, terjadi perdebatan yang cukup sengit di antara ahli linguistik, antropolog, dan juga psikolog. Terdapat dua pandangan mengenai sumber evolusi bahasa. Yang pertama, melihat bahasa sebagai ciri unik manusia, kemampuan yang timbul akibat sampingan otak manusia yang semakin membesar. Dalam hal ini, bahasa dianggap baru muncul dalam tempo singkat baru-baru ini, ketika ambang kognitif terlampaui. Pandangan kedua menegaskan, bahasa lisan berevolusi lewat seleksi alam atas beragam kemampuan pada leluhur bukan manusia, tetapi tidak terbatas pada komunikasi. [2] Inti dari pandangan kedua ini adalah bahwa perkembangan anatomi manusia purba sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa lisan.

Terlepas dari fakta pertentangan mengenai berlangsungnya evolusi bahasa tersebut, Richard Leakey dalam bukunya Asal-usul Manusia berependapat bahwa:

“ kemampuan berbahasa tidak muncul sekaligus sehingga kita bertanya-tanya keunggulan apakah yang diberikan bahasa yang belum berkembang kepada leluhur kita. Jawaban yang mencolok adalah bahwa bahasa semacam itu memberi cara berkomunikasi yang efisien. Kemampuan Ini tentunya akan bemanfaat bagi leluhur kita ketika mereka mulai menjalani hidup berburu dan mengumpul yang masih awal, yang merupakan cara subsisten yang menantang dibandingkan yang dilakukan kera. Ketika kebutuhan hidup leluhur kita semakin pelik, kebutuhan koordinasi sosial dan ekonomi pun semakin meningkat. Komunikasi efektif semakin lama akan semakin berharga dalam keadaan yang seperti itu. Itulah sebebnya seleksi alam lama kelamaan akan meningkatkan kecakapan bahasa. Akibatnya, perbendaharaan pokok bunyi-bunyian monyet purba – mungkin serupa dengan suara engahan, lengkingan, dan geraman kera modern – akan semakin berpola.”

Perkakas

Pembuatan dan penggunaan perkakas merupakan bukti paling nyata mengenai cara hidup manusia purba. Manusia mulai membuat perkakas tajam 2,5 juta tahun yang lalu dengan cara menumbukkan dua buah batu satu sama lain, maka mulailah rangkaian kegiatan teknologis yang menandai pra-sejarah manusia.

Perkakas pertama adalah serpih (flake) kecil, dibuat dengan menumbukkan dua bongkah batu, biasanya batu kali. Panjangnya sekitar satu inchi (2,5 cm) dan sangat tajam. Serpih ini ditemukan oleh peneliti Lawrence Keeley dari Universty of Illinois dan Nicolas Toth dari Indiana University pada perkemahan yang berumur 1,5 juta tahun di timur Danau Turkana, dengan maksud mengetahui penggunaannya.

Perakitan perkakas batu (stone-tool assemblages) tertua yang telah ditemukan berasal dari masa 2,5 juta tahun silam. Perakitan itu mencakup serpih batu, perkakas lebih besar seperti pemotong, penggaruk dan batu besi bersisi banyak.

Analisis

Mengenai perkembangan teknologi komunikasi sebelum ada tulisan pada sangat tergantung dari kondisi sosio historisnya. Seperti pada mural gua (cave painting), banyak ilmuwan prasejarah yang menafsirkan gambar-gambar dan simbol-simbol yang tertera pada dinding gua. Penafsiran tersebut dimaksudkan untuk membaca, mengetahui, dan mempelajari arah perkembangan kebudayaan dan teknologi komunikasi pada masa itu. Namun seiring dengan tujuan yang luhur tersebut, terdapat perbedaan pendapat mengenai penafsiran simbol-simbol itu. Seperti kata arkeolog Afrika Selatan David Lewis-William tentang seni prasejarah. “ Meaning is always culturally bound” (Makna senantiasa berbeda-beda menurut budaya).[3]

Dalam menafsirkan satu kesatuan hidup, zaman Paleolitik Muda misalnya, tidak bisa dinilai atau ditafsirkan hanya dari salah satu produk budaya. Misalnya kita menilai kebudayan pada tahap Paleolitik Muda hanya dari mural gua atau gambar-gambar yang terdapat pada dinding gua. Kita tidak dapat menggali makna yang terkandung hanya dari mural gua (cave painting).

Kemudian mengenai bahasa dan evolusinya. Walaupun terjadi perdebatan mengenai keberlangsungan evolusi bahasa, namun terdapat benang merah bahwa bahasa merupakan suatu titik yang menentukan dalam pra-sejarah manusia. Berbekal bahasa, manusia dapat menciptakan berbegai dunia jenis baru di alam: dunia kesadaran yang mawas diri (introspective consciousness) dan dunia yang kita ciptakan dan nikmati bersama orang lain, yang kita sebut budaya. Perkembangan bahasa selalu diawali dengan perkembangan anatomi tubuh (ukuran otak) manusia purba, karena struktur otak berpengaruh terhadap bahasa lisan yang digunakan. Gagasan perintis Holloway[4] yang akhirnya menghasilkan hipotesa kecerdasan sosial (social intelligence hypothesis), dikembangkan oleh Robin Dunbar, primatolog di University College, London:

“ [Teori] yang lebih konvensional berpendapat bahwa [primata] memerlukan otak yang besar untuk membantunya hidup di dunia yang kompleks, seperti menemukan jalan hidup dan mencari makan. Teori alternative mengatakan bahwa dunia sosial yang kompleks itulah, di mana primata-primata itu hidup, yang menjadi faktor pemicu munculnya evolusi otak besar”

Perkakas yang diciptakan manusia purba merupakan hasil kebudayaan sebelum tulisan. Dari jenis perkakas yang diciptakan dapat dipelajari tingkat kompleksitas hidup pada saat itu. Semakin halus perkakas yang diciptakan maka intelektualitas manusia purba juga semakin tinggi. Semakin kompleks pola hidup maka dibutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efisien. Kemampuan membuat perkakas merupakan petunjuk bahwa kemampuan berbahasa sudah mulai berkembang. Setelah manusia purba dapat membuat perkakas, maka diyakini timbul pembagian kerja di antara mereka yang secara otomatis menunjukkan bahwa mereka berkomunikasi lewat bahasa untuk mengatur pembagian kerja tersebut.

Yang jelas dibutuhkan waktu lama (evolusi) untuk berkembangnya pola hidup manusia purba yang satu dengan lainnya. Baru setelah lahir kebudayaan, dalam hal ini kemampuan berkomunikasi dan mencatat bahasa lisan, maka perkembangan sejarah umat manusia berjalan lebih progresif dibandingkan zaman pra-sejarah.


[1] Perkembangan Teori Komunikasi; Modul 2: 23

[2] bdk. Richard Leakey.2003. Asal-usul Manusia. Jakarta: KPG. hal. 156-157

[3] bdk. Richard Leakey.2003. Asal-usul Manusia. Jakarta: KPG. Hal. 132.

[4] Ralph Holloway, neurology dari Colombia University, perintis sudut pandang baru: bahwa bahasa tumbuh dari pola pengertian perilaku sosial, yang pada dasarnya bersifat kooperatif daripada agresif, dan fungsinya bertumpu pada pembagian kerja menurut tabiat jenis kelamin yang tersusun saling melengkapi secara sosial.