Penulis: Septiawan Santana K

1.1.Bab I: Jurnalisme Investigasi di Indonesia

Pengaruh Politik

Pelaksanaan jurnalisme investigatif di Indonesia dipengaruhi antara lain oleh sistem politik “keterbukaan dan kemerdekaan pers”. Di negeri ini semuanya terkait dengan sikap penguasa dalam menerapkan kebijakan tentang kebebasan pers. Tidak mengherankan jika media massa Indonesia memberikan gambaran fluktuatif mengenai pemberitaan investigasi. Masalah korupsi yang sudah turun temurun terjadi sejak negara ini merdeka, dapat dilaporkan pers dalam dua gerakan, yaitu “sangat takut” atau “sangat berani”. Hal ini terjadi akibat bergantung pada kondisi politik yang ada. Kegiatan investigasi pers Indonesia ditakut-takuti tindakan pembredelan penguasa. Namun ditengah-tengah tindakan represif penguasa yang besar, masih ada bagian pers yang mengerjakan jurnalisme investigasi. Kasus megakorupsi pertamian pada 1974-1975 dilaporkan oleh surat kabar Indonesia Raya dan majalah Tempo.

 

Indonesia Raya

Di Indonesia, harian Indonesia Raya merupakan salah satu media di Indonesia yang banyak dinilai fenomenal di dalam pelaporan investigasi.Visi jurnalisme yang dibangun mengambil konsep advocacy journalism. Sebuah aliran new journalism yang berkembang di Amerika Serikat tahun 1960-an. Format advocacy dipakai untuk satu gaya jurnalistik yang teguh dalam pendiriannya untuk suatu “perbaikan keadaan”. Selain itu, harian ini juga bersifat muckraking paper, yaitu surat kabar yang melakukan penyidikan mengenai kasus korupsi atau tuduhan korupsi oleh pejabat pemerintah atau pengusaha dan menyiarkannya dengan gegap gempita.

Harian Indonesia Raya (1949-1958 dan 1968-1974) bisa dikatakan tipikal awal penerbitan pers yang mengarahkan liputannya ke dalam bentuk investigasi. Pada periode pertama penerbitan (1949-1958), harian ini memiliki visi investigatif untuk melawan kekuasaan yang dianggap bertanggung jawab atas semua keburukan yang terdapat dalam masyarakat. Sedangkan pada periode kedua (1968-1974) harian ini menyoroti kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekauasaan dalam perspektif peristiwa kemasyarakatan.

Orde Baru

Pengaruh tiga dekade kekuasaan Orde Baru yang merepresi kehidupan pers Indonesia, telah menjadikan pengenalan insilah investigasi tidak begitu dikenali secara utuh dalam pedoman peliputan pers Indonesia. Pada awal 1980-an, sebuah buku pegangan jurnalistik hanya memapakan “Laporan Investigatif” sebagai “Sebuah Perkenalan” di salah satu subbagiannya. Investigative Report disebut sebagai teknik mencari dan melaporkan sebuah berita dengan cara pengusutan. Sementara itu, Charnley dalam buku Reporting menyatakan investigasi sebagai “laporan mendalam” dan sekedar teknik pencarian berita, serta menegaskan tentang batasan responsibilitas jurnalis untuk objektif, tidak memihak, dan mengabdi pada kepentingan umum.

Laporan investigasi belum menjadi suatu tradisi yang melembaga di dalam tubuh pers. Pekerja pers Indonesia masih mengerjakan laporan jenis ini sebagai sebuah pendekatan yang bersifat temporer. Terdapat beberapa sebab yang menghambat kegiatan peliputan investigatif oleh insan pers.

Hambatan tersebut antara lain pers Indonesia masih menilai bahwa laporan investigatif adalah laporan yang memakai biaya tinggi, proses liputan menghabiskan waktu yang panjang, hasil akhir yang tidak pasti memberi halangan juga kepada gairah wartawan, serta resiko besar yang bisa timbul. Persyaratan modal kuat, keuletan dan kesabaran yang harus dimiliki wartawan investigatif Indonesia belum mendapat tempat di kalangan pers saat itu.

Pada akhir 1980-an, terdapat beberapa karakteristik yang menandai kehidupan pers Indonesia, yaitu: daya kritis yang minim, daya ingat yang nyaris tumpul, keringnya inisiatif, dan tidak berjalannya fungsi watchdog.

Setelah sekian tahun terformat ke dalam sistem pers Orde Baru yang melarang berbagai temuan berita politik yang menyimpang dari kebijakan otoritarian elit politik, peliputan investigasi tampaknya mulai banyak dipakai wartawan secara serius pada dekade 1990-an. Dan ketika kemerdekaan pers diraih, sejak 1998, pelaporan investigasi banyak memberitakan kasus-kasus korupsi dari rezim yang berkuasa.

 

1.2.Bab II: Sejarah Investigasi

Dari Investigasi Sampai Muckraking: di Amerika

Jurnalisme investigasi sebenarnya mempunyai jejak yang panjang dalam sejarah pers Amerika. Beberapa tokoh tercatat sebagai pionir jurnalisme investigasi.Mereka menetapkan pedoman jurnalisme investigasi bahkan menggariskan cirri pemberitaan pers sebagai medium watchdog di dunia jurnalisme.

Menurut Rivers & Mathews sejarah investigasi berawal dari sebelum berdirinya Amerika. Pada 1690, Benyamin Harris menginvestigasi berbagai kejadian di masyarakat dan melaporkannya dalam Public Occurences, Both Foreign and Domestic. Isi laporannya dinilai menentang kebijakan kolonial Inggris. Pada awal sejarahnya, jurnalisme investigasi amat dekat dengan pemberitaan crusading atau jihad. Pada fase selanjutnya, spirit crusading (jihad atau perjuangan) mendapat bentuk yang lebih formal melalui penerbitan New England Courant pada 1721 yang diterbitkan oleh James Franklin.

Istilah investigasi sendiri baru muncul pertama kali dari Nellie Bly ketika menjadi reporter di Pittsburg Dispatch (1890). Bly sampai harus bekerja di sebuah pabrik untuk menyelidiki kehidupan buruh di bawah umur yang dipekerjakan dalam kondisi yang buruk. Keistimewaan laporan jurnalistik investigasi Bly terletak pada tuntutan penyelesaian jalan keluar terhadap problema sosial tersebut. Melalui laporan investigasi, pers diposisikan sebagai pengganti pemerintah yang lemah dalam mengatur masyarakat.

 

Era Mucraking

Bisa dikatakan pada awal kemunculannya, jurnalisme investigasi memakai bentuk perlawanan terhadap kebijakan penguasa. Baru pada awal abad 20 jurnalisme investigasi menegaskan wujudnya di dalam liputan-liputan yang terorganisir ketika melaporkan berbagi pelanggaran yang terjadi.

Menurut Charneley ada dua hal yang signifikan yang mendasari reportase investigasi, yaitu jurnaisme harus membawa muatan pencerahan publik dan seringkali juga kegiatan perlawanan. Untuk itu, jurnalisme investigas diidentikan dengan istilah jurnalisme crusadingCrusading, dalam sejarah pers Amerika, menyangkut periode Muckraking yang mengekspos perilaku anti-sosial dan kejahatan di dunia pemerintahan dan bisnis. Presiden Theodore Roosevelt bahkan memberi nama muckrakers kepada reporter yang sibuk menyoroti hal kotor dan tidak melihat sisi positif lain dari kehidupan Amerika.

Pada 1902, jurnalisme investigasi menjadi gerakan yang berpengaruh. Hal ini dipicu dari kebijakan berbagai media yang menyatakan sikap jurnalismenya pada reformasi social. Masyarakat pun menyambutnya dengan antusias.

Sejak itu jurnalisme investigasi menjadi bidang usaha pers yang menguntungkan. Sirkulasi sepuluh majalah yang memfokuskan diri pada liputan investigasi mencatat jumlah 3 juta eksemplar pada 1903.

Menurut Ferguson & Patten, berbagai media pers yang terbit pada awal abad 20 ini saling bekerja sama sebagai pejuang keadilan sosial ketika berbagai surat kabar tidak tertarik memberitakan topic-topik yang idealis dan lebih terfokus pada yellow journalism.

Beberapa wartawan investigasi kemudian mengembangkan gaya penulisan jurnalisme investigasi untuk kepentingan penulisan novel. Pada rentang waktu 1900-1914 muncul asosiasi penulis dan penerbit jurnalisme investigasi. Liputan jurnalisme investigasi pun bertambah populer ketika jurnalis dan medianya menghadapi kekuatan politik Presiden Theodore Roosevelt.

Dari fenomena periode Muckraking, jurnalisme investigasi tampil ke tengah masyarakat yang membutuhkan informasi yang bisa menjaga nilai dan norma kehidupan dari kemungkinan penyelewengan yang dilakukan berbagai pihak. Wartawan investigasi diantaranya bertugas untuk mengungkapkannya.

 

1.3.Bab III: Investigative dengan Depth

Pada peralihan abad 19 ke 20, berita dibuat menurut “apa yang dilakukan orang” bukan “apa yang terjadi pada orang”. Sejalan dengan perkembangan masyarakat, kerangka perumusan berita berkembang pula mengikuti tuntutan kebutuhan masyarakat. Konsep tradisional apa, siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa pun mulai diubah ke penekanan tertentu. Pelaporan mementingkan jawaban mengapa, untuk memenuhi kebutuhan pemerintah masyarakat dan pemerintah akan penjelasan berbagai kejadian yang dilaporkan wartawan. Wartawan dituntut untuk mengangkat permasalahan dengan kriteria nilai berita yang yang berlatar belakang isu-isu kompleks. Mereka harus melaporkan peristiwa dengan kedalaman dan kelengkapan isu sosial yang akan memengaruhi kehidupan masyarakat.

 

The Long Stories

Media cetak mengimbangi kekurangannya dari media elektronik melalui pelaporan berita yang bersifat in-depth. Para reporter surat kabar membuat kisah-kisah berita bersambung atau berseri dan mendalam. Pelaporan seperti ini disebut sebagai long story. The long story adalah pelaporan berita yang dibuat secara panjang, mendalam, dan penuh muatan data. Berbagai keterangan yang spesifik merupakan alat atau penguat materi keseluruhan laporan. Hal ini juga merupakan suatu yang efektif untuk menarik perhatian dan memudahkan pemahaman.

 

Depth Reporting

MV. Kamath mengumpulkan berbagai definisi mengenai depth reporting, antara lain.

Depth reporting adalah segala sesuatu yang membuat pembaca tahu mengenai seluruh aspek aspek yang terjadi pada subjek dari kepastian informasi yang diberikan.

Depth reporting menekankan sebuah kisah berita dengan ketelitian detail dan latar belakang. Pembaca tidak hanya diberitahu mengenai apa yang terjadi melainkan mengapa hal itu terjadi.

Kamath menekankan bahwa depth reporting ialah mengabarkan kepada kita mengenai keseluruhan apa yang terjadi dari kisah yang terjadi. Sedangkan tujuan depth reporting, menurut Ferguson dan Patten aialah untuk mendapatkan kelengkapan pengisahan.

Pada satu sisi, pekerjaan depth reporting merupakan kegiatan yang menyegarkan, melepas liputan peristiwa-peristiwa yang biasa dikerjakan. Wartawan akan merasa lebih bergairah oleh materi liputan dan merasa tertantang untuk menelusuri kisah-kisah besar. Namun pada sisi lain, tidak semua wartwan sanggup untuk terus-menerus berkonsentrasi dan berada di area liputan yang sama selama beberapa waktu.

Selain memiliki proses reportase yang alot, depth reporting juga memiliki teknik penulisan yang rumit. Keluasan data dan keterangan harus dipresentasikan kepada sebuah fokus utama. Reporter menjadi seorang pengontrol keseluruhan kisah, pengontrol tema dan detil. Pengisahan harus dapat memindahkan setiap bagian cerita secara logis dan koheren dari awal sampai akhir.

 

1.4.Bab IV: Ciri Jurnalisme Investigasi

Jurnalisme Investigatif

Jurnalisme investigasi memang berbeda dengan kegiatan jurnalisme pada umumnya. Kisah-kisahnya pun memiliki perbedaan dengan pola kisah berita jenis lain. Liputan berita investigasi bukan lagi berdasarkan agenda pemberitaan yang terjadwal di ruang redaksi. Kerja peliputannya (harusnya) tidak lagi dibatasi tekanan-tekanqn waktu. Para wartawan investigasi memaparkan kebenaran yang mereka temukan, melaporkan adanya kesalahan-kesalahan, serta menyentuh dan mengafeksi masyarakat terhadap persoalan yang dikemukakan.

Dalam kumpulan Hugo de Burgh, berbagai kasus investigasi meliputi permasalahan, antara lain: hal-hal yang memalukan, penyalahgunaaan kekuasaan, dasar factual dari hal-hal aktual yang tengah menjadi pembicaraan publik, keadilan yang korup, manipulasi laporan keuangan, bagaimana houkum dilanggar, perbedaan antara profesi dan praktisi, hal-hal yang sengaja disembunyikan, dan lain-lain.

Wartawan investigasi mencoba mendapatkan kebenaran yang tidak jelas, samar, atau tidak pasti. Topik- topik investigasi mereka mengukur moralitas benar atau salah, dengan pembuktian tak memihak yang didapat melalui riset. Bukan sekedar menolak kesepakatan, tetapi menyatakan apakah sesuatu yang terjadi itu sesuai denganmoral atau tidak.

 

Komponen Moral

Tujuan kegiatan jurnalisme investigasi adalah memberitahu kepada masyarakat adanya pihak-pihak yang telah berbohong dan menutup-nutupi kebenaran. Masyarakat diharapkan waspada terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan berbagai pihak.

Dari tujuan tersebut, dapat dilihat bahwa ada tujuan moral. Segala yang dilakukan wartawan investigasi dimotivasi oleh hasrat untuk mengoreksi keadilan dan menunjukkan adanya kesalahan.

Menurut Melvin Mencher, the moral component merupakan unsur penting dalam peliputan investigasi. Wartawan mengumpulkan segala bukti yang menguatkan fakta adalah didorong oleh motivasi moral. The desire to correct an injuctice, to right a wrong, and persuade the public to alter the situation. Pada akhirnya, pekerjaan jurnalisme investigasi mengajak masyarakat untuk memerangi pelanggaran yang tengah berlangsung dan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

 

Mengembangkan Fakta dengan Dangerous Projects

Jurnalisme investigasi dialokasikan sebagai pekerjaan berbahaya atau dangerous projects. Para wartawannya berhadapan dengan kesengajaan pihak-pihak yang tidak mau urusannya diselidiki, dinilai, dan juga dilaporkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kewaspadaan dalam karier kewartawanan menjadi hal yang penting.

Dan harus diingat bahwa jurnalisme investigasi bukan hanya menyampaikan sebuah dugaan adanya sebuah persoalan pelanggaran, melainkan juga merupakan kegiatan memproduksi pembuktian konklusif terhadap suatu persoalan dan melaporkannya sejara jelas dan sederhana.

Kegiatan jurnalisme investigasi terkait dengan upaya mengembangkan bangunan fakta-fakta. Nilai mutu laporan jurnalistik ini terletak dalam membangun dasar fakta-fakta. Hasil liputannya mengeluarkan sebuah judgement yang didasari oleh fakta-fakta yang melingkupi persoalan yang dilaporkan wartawan. Untuk itulah pekerjaan ini mementingkan sekali kesiapan kerja wartawan untuk selalu mengecek fakta-fakta, tidak mudah menaruh kepercayaan kepada segala sesuatu,termasuk tidak langsung memercayai orang-orang yang memiliki kepentingan.

Kerja investigasi wartawan kerap menemukan area liputan yang mesti dibuka dengan sengaja. Berbagai narasumber bahkan diasumsikan mempunyai kemungkinan untuk memanipulasi data. Oleh sebab itu, berbagai data yang didapat memerlukan analisis kritis wartawan investigasi.

 

Antara Paper and People Trail

Terdapat dua bentukan umum kerja jurnalisme investigasi, yaitu terkait dengan pekerjaan menginvestigasi dokumen-dokumen, serta penyelidikan terhadap subjek-subjek individu yang terkait dengan permasalahan. Kedua bidang umum reportase investigasi ini diistilahkan dengan paper trails and people trails.

Paper trails mencakup pekerjaan mencari bahan-bahan dokumentasi dari publikasi koran, majalah, televisi dan radio, buku-buku referensi, tesis dan disertasi, database komputer dan juga internet. Penelusuran dokumen merupakan sarana untuk mengecek kebenaran dari apa yang dikatakan narasumber terhadap suatu peristiwa.

Sedangkan people trails terkait dengan kegiatan mendapatkan keterangan dari narasumber yang berwenang dan kredibel untuk memperkuat pembuktian dari fakta yang hendak dilaporkan.

 

Karakteristik

Andreas Harsono mengindikasikan kerja liputan investigasi yang antara lain memiliki ciri sebagai berikut:

·Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang untuk membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis.

·Paper trail yang dilakukan untuk mencari kebenaran dalam mendukung hipotesis.

·Wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan investigasi.

·Pemakaian metode penyelidikan polisi dan peralatan anti-kriminalitas. Dalam hal ini termasuk melakukan metode penyamaran serta memakai kamera tersembunyi,

Dari keseluruhan kerja peliputan yang dilakukan jurnalisme investigasi ditemukan beberapa unsur yang dapat dikenali menjadi karakteristik wacana reportase investigasi. Menurut Steve Weinberg unsur-unsur tersebut antara lain: sumber investigasi, hipotesis riset, sumber sekunder, pikiran dokumentatif, narasumber, teknik riset, mengorganisir informasi dan menulis ulang, dan berpikir wisdom.

 

Bab VInvestigative Reporting

Pengertian Reportase Investigatif

Apa sebenarnya Investigative Reporting? Atmakusumah memberikan penjelasan mengenai pengertian ini berdasarkan asal kata dari bahasa Latin. Reporting berasal berasal dari kata reportare, yang berarti membawa laporan kejadian dari sebuah tempat di mana telah terjadi sesuatu. Sementara investigative berasal dari kata vestigum, yang berarti jejak kaki. Hal inimenyiratkan berbagai bukti yang telah menjadi fakta dalam suatu peristiwa.

Reportase investigasi memang merupakan sebuah kegiatan peliputan yang mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta tentang adanya pelanggaran, kesalahan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum.

Menurut Chris White, pekerjaan jurnalisme investigasi, pertama, tertuju untuk mengungkapkan dan mendapatkan sebuah kisah berita yang bagus. Kedua, menjaga masyarakat untuk memilikikecukupan informasi dan mengetahui adanya bahaya di tengah kehidupan mereka.

Reportase investigasi dapat dipahami melalui lima tujuan dan sifat pelaporannya, yaitu.

  1. Mengungkapkan kepada masyarakat, informasi yang mereka perlu ketahui karena menyangkut kepentingan dan nasib mereka.
  2. Laporan penyelidikan tidak hanya mengungkakan hal-hal yangyang secara operasional tidak sukses, tapi dapat juga sampai pada konsep yang keliru.
  3. Laporan penyelidikan beresiko tinggi karena bisa menimbulkan kontroversi dan bahkan kontradiksi dan konflik.
  4. Harus memikirkan dampak-dampak yang ditimbulkannya terhadap subjek laporannya dan penerbitan per situ sendiri.
  5. Harus ada idealisme, baik di dalam diri reporter maupun di sektor-sektor lain pada organisasi penerbitan pers itu.

 

Reporter Investigatif

Dunia jurnalistik mengenal tiga tingkatan yang dilakukan reporter. Pada level pertama, reporter melaporkan kejadian dan memaparkan apa yang terjadi. Level berikutnya, mereka mencoba menjelaskan atau menginterpretasikan apa yang harus dilaporkan. Dan pada level ketiga, mereka mencari bukti yang ada di balik sebuah peristiwa.

Secara keseluruhan, dunia kerja peliputan wartawan merujuk pada tiga tipe reporter, yaitu general reporters, specialist reporters, dan reporters with an investigative turn of mind.

Reporter tipe general ialah para reporter yang mencari berita tanpa mengetahui lebih dulu subjek pemberitaannya. Ia bekerja dalam ketergesaan deadline. Berita yang diliput juga ditentukan editor.

Sementara itu, reporter specialist adalah reporter yang memiliki rincian keterangan mengenai subjek liputan danmencoba menjelaskannya. Sedangkan para reporter yang bekerja dengan pikiran investigative adalah salah satu dari kedua tipe reporter sebelumnya. Reporter tipe ini selalu menyiapkan diri untuk mendengar berbagai hal yang dikatakn orang kebanyakan. Reporter investigasi juga mencari pemikiran yang berbeda dari orang-orang yang berbeda.

Kerja wartawan investigasi ibarat seorang penyelidik yang tengah meneliti dan meluruskan berbagai kebohongan yang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak tertentu. Wartawan investigasi bisa dibedakan dengan wartawan harian. Awal perbedaannya terletak pada inisiatif wartawan investigasi yang tidak menunggu sampai suatu masalah atau peristiwa timbul dan diberitakan. Akan tetapi wartawan investigasi justru menampilkan permasalahan baru atau sesuatu hal yang baru.

Wartawan investigasi membutuhkan waktu lebih lama untuk mengungkapkan satu masalah. Mereka juga sangat selektif dan skeptis terhadap bahan berita resmi,meneliti dengan kritis setiap pendapat, catatan dan bocoran informasi. Mereka tidak serta merta membenarkannya.

Unsur-unsur yang mendukung terciptanya good investigative reporters antara lain: selalu ingin tahu, mampu mendapatkannya, mampu memahaminya, mampu menyampaikannya, menimbulkan keinginan beraksi, peduli terhadap permasalahan orang, Untuk mencapai kemampuan tersebut, wartawan investigasi memerlukan pengetahuan fakta-fakta, rasa iba terhadap pembca, aksi public, melawan ketamakan, dan perbaikan sosial.

Penyamaran

Manakala reporter mengerjakan liputan investigasi, terkadang mereka melakukan penyamaran dan tidak mengungkapkannya pada narasumber bahwa mereka adalah reporter. Pekerjaan penyiasatan ini dinilai, oleh pihak pengecamnya, mendekati tindakan yang seharusnya menjadi tugas polisi.

Berkaitan dengan penyamaran ini, beberapa editor dan direktur berita tidak pernah mendapatkan kesepakatan soal apakah hasil akhir kerja wartawan, atas nama kepentingan publik, dapat membenarkan segala cara dalam meliput termasuk menipu jati diri.

Beberapa kalangan pers menyepakati bahwa tindakan penyiasatan seperti penyamaran merupakan sebuah upaya mendapatkan berita yang tidak melanggar etika. Mereka masih melihat hal tersebut sebagai taktik jurnalistik, bukan tindak pelanggaran.

 

Proses Kerja Investigasi

Secara sederhana, kegiatan liputan investigasi umumnya terbagi ke dalam dua bagian proses peliputan. Kegiatan awal investigasi ialah menelusuri berbagai permasalahan yang mesti ditindaklanjuti. Jika didapat, maka pada bagian kedua kegiatan yang merupakan tahap “serius”, investigasi dimulai.

Paul N. Williams, seorang wartawan investigasi mengidealisasikan gambaran reportase investigasi secara lengkap melalui bukunya Investigatve Reporting and Writing. Williams memberikan sebelas langkah investigative reporting, yang terdiri dari:

  1. Conception. Unsur awal dari kerja investigasi ini berkaitan dengan apa yang disebut pencarian berbagai ide. Menurut Williams, ide atau gagasan bisa didapat melalui: saran seseorang, menyimak berbagai narasumber eguler, membaca, memanfaatkan potongan berita, mengembangkan sudut pandang lain dari peristiwa berita, dan observasi langsung.
  2. Feasibility StudyUsai mengonsep gagasan, langkah selanjutnya adalah mengukur kemampuan dan perlengkapan yang diperlukan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipelajari watawan sebelum memulai liputan investigasi: berbagai halangan yang harus diatasi, orang-orang yang diperlukan, kemungkinan adanya tekanan terhadap media, serta menjaga kerahasiaan dari media lain.
  3. Go-No-Go DecisionLangkah ini merupakan pengukuran terhadap hasil investigasi yang akan dilakukan. Setiap liputan investigasi mesti memperhitungkan hasil akhir dari proyek penyelidikan yang akan dikerjakan.
  4.   BasebuildingLangkah ini berkaitan dengan upaya wartawan untuk mencari dasar pijakan dalam menganalisis sebuah kasus.
  5. Planning. Langkah perencanaan ini berkaitan dengan kerja pengumpulan, penyusunan, dan pemilihan orang yang akan melaksanakan tugas-tugas tertentu.
  6.   Original ResearchKegiatan riset di sini berarti kerja pencarian data, penggalian bahan, yang umumnya terdiri dari dua kerja penelusuran, yaitu: penelusuran paper trails dan penelusuran people trails.
  7.    Re-evaluationSetelah segala tindakan investigasi dilaksanakan dan mendapat banyak masukan data dan informasi, diadakan kegiatan mengevaluasi kembali segala hal yang telah dikerjakan dan didapat.
  8. Filling the GapsPada fase ini, kegiatan investigasi mengupayakan menutupi beberapa bagian bahan yang belum terdata.
  9.    Final EvaluationTahap evaluasi ini adalah pekerjaan mengukur hasil investigasi dengan kemungkinan buruk atau negatif. Yang terpenting adalah mengevaluasi keakurasian pihak-pihak yang hendak dilaporkan di dalam standar pekerjaan jurnalistik.
  10. 10. Writing and RewritingPekerjaan menulis laporan memerlukankesabaran, ketekunan, dan kemauan untuk terus memperbaiki penulisan berita jika diperlukan.
  11. Publication and Follow up StoriesPelaporan berita investigasi biasanya tidak hanya muncul di dalam satu kali penerbitan. Masyarakat kerap memerlukan perkembangan dari masalah yang diungkap.

 

Langkah Coroner

Seperti halnya Williams, Sheila Coroner juga membuat langkah-langkah kerja dalam jurnalisme investigasi. Corner menunjukkan bahwa tahapan kegiatan investigasi dapat diurutkan ke dalam dua bagian kerja. Bagian pertama merupakan bagian penjajakan dan pekerjaan dasar, sedangkan bagian kedua sudah berupa penajaman dan penyelesaian investigasi. Pada masing-ma-sing bagiannya terbagi ke dalam tujuh bagian rinciannya. Tahap kerja tersebut adalah:

Bagian Pertama

  • Petunjuk awal.
  • Investigasi pendahuluan.
  • Pembentukan hipotesis.
  • Pencarian dan pendalaman literatur.
  • Wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli.
  • Penjejakan dokumen-dokumen.
  • Wawancara sumber-sumber kunci dan saksi-saksi.

Bagian Kedua

  • Pengamatan langsung di lapangan
  • Pengorganisasian file
  • Wawancara lebih lanjut
  • Analisis dan pengorganisasian data
  • Penulisan
  • Pengecekan fakta
  • Pengecekan pencemaran nama baik

Di dalam praktek, rincian teknis proses kerja investigasi tidaklah dilakukan dengan sama. Kenyataan di lapangan menunjukkan redaksi harus bersiap dengan segala kemungkinan yang tak terduga.

 

Berbagai Tips Investigative Reporting

David Spark menunjukkan beberapa konklusi yang bias digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan reportase investigasi. Konklusi tersebut antara lain:

  •   Temukanlah fakta-fakta dari sebuah isu, jangan masuk ke dalam komentar para pembicara.
  • Mudahkanlah berbagai konsep yang sulit, jangan terjebak dalam penulisan yang rumit.
  • Jangan dipengauhi oleh narasumber utama. Carilah sumber lain dengan sudut pandang yang lain.
  • Bicaralah ke beberapa orang yang relevan yang harus ditemukan.
  •    Jawablah pertanyaan-pertanyaan secara sederhana dan mudah yang bisa membuka subjek yang hendak diinvestigasi.
  •     Jangan mengambil segala sesuatu dan segala orang dari nilai-nilai mereka.
  • Ingatlah bahwa setiap orang, setiap organisasi, dan setiap kejadian memiliki sejarah yang memengaruhi peristiwa itu terjadi.

Selain itu, saran penting yang harus diperhatikan adalah sikap yang santun. Sikap ini mendasari pekerjaan dalam menelusuri berbagai dokumen investigatif yang kerap disembunyikan.

Banyak wartawan berpendapat bahwa dalam investigasi, segala cara dibenarkan, termasuk mencuri data, mencuri pembicaraan orang, maupun mencuri informasi. Tindakan mencuri ini, dalam berbagai sudut pandang, telah menjadi bahan diskusi yang alot di dunia jurnalisme investigasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan masalah etika dan hukum.

 

Bab VIRiset Investigasi

Pentingnya Riset

Akar dari setiap investigasi ialah informasi. Pekerjaan dari setiap wartawan investigasi adalah mendapatkan informasi, mengevaluasi dan menganalisisnya, serta mengkomunikasikannya ke banyak orang. Maka itulah, muncul persoalan mengenai pencarian ketepatan informasi.

Dalam investigasi, riset mengenai informasi penting untuk dilakukan. Beberapa ahli memasukkan kegiatan riset dalam tahapan kerja investigasi. Terdapat beberapa alasan mengapa melakukan riset secara seksama merupakan hal yang penting di lakukan. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut.

  1.   Memperkenalkan reporter ke dalam bahasa topik yang kompleks. Mereka harus menjelaskan berbagai hal yang menyangkut pengertian terhadap dasar permasalahan, serta berbagai prosedur teknis yang tengah diinvestigasi.
  2.  Memperkenalkan reporter pada orang-orang yang telah menjadi sumber berita, mengenai kisah-kisah yang sama pada masa lalu.
  3. Membantu reporter dalam menyusun daftar pertanyaan.
  4. Mendapatkan berbagai bahan tulisan lain yang memilikikesamaan topik.
  5. Memberikan petunjuk tentang the good things and the bad things, sesuatu yang baik dan buruk, selama wawancara.

 

Precision Jurnalism

Melalui tulisannya, Philip Meyer mengingatkan jurnalisme tentang penggunaan metode-metode ilmu pengetahuan sosial, seperti prosedur pemilihan sampel dan penganalisisnya, sebagai alat untuk memvaliditaskan akumulasi fakta-fakta agar mendekati ketepatan dan keobjektifan pemberitaan.

Teknik keilmuan ini diperlukan untuk menemukan fakta-fakta, menelusuri pemahaman yang diperlukan ketika mengamati suatu gejala, dalam ketergesa-gesaan tuntutan waktu terbit dan aktualitas berita.

Peliputan precision menggunakan rancangan penelitian yang sistematis dan terencana. Rancangan sistematika peliputannya antara lain menggunakan metode penelitian seperti perumusan masalah, penetapan tujuan, identifikasi hipotesis, pengumpulan dan pengolahan serta penginterpretasian data, walau tidak sekonsisten riset para akademisi.

Metodologi yang dipakai diantaranya mencakup penelitian survei, sampel acak, teknik-teknik wawancara sesuatu yang sensitive, dan eksperimen lapangan. Metode kuantitatif seperti perhitungan statistik mengukur opini khalayak melalui sebuah poling, cenderung kerap digunakan.

 

Hipotesis Investigasi

Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang adalah sarana untuk membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis. Hipotesis sangatlah penting untuk membantu wartawan memfokuskan diri dalam suatu investigasi.

Hipotesis ini bisa dideskripsikan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang mendasar. Sedangkan dalam hal kegiatan riset investigasi, rumusan hipotesis yang berbentuk pernyataan memerlukan kerangka latar belakang, dasar-dasar pikiran, dan hal-hal yangmenjadi landasan asumsi hipotesis dari riset investigasi yang hendak dilakukan.

 

Survei

Metode survei, termasuk poling kerap digunakan dalam kegiatan investigasi. Hal ini dapat dilihat pada poling yang dilakukan saat pemilihan umum. Kerja peliputan menggunakan riset ilmu sosial yang dapat menjadi alat bagi koran-koran yang hendak menangkap sikap masyarakat pada berbagai masalah sosial.

Namun yang harus diwaspadai, masalah bisa timbul dari sampel orang-orang yang disurvei. Mereka bisa saja tidak merepresentasikan keseluruhan kelompok yang mewakilinya. Hal ini dapat mengakibatkan berbagai kesalahan temuan yang hendak dijadikan standar proyeksi dalam pelaporan pemberitaan.

 

Sumber-Sumber Informasi

Untuk memenuhi kebutuhan riset, dengan kelengkapan data yang diperlukan, peliputan mesti mengenali berbagai sumber informasi yang layak, kredibel, dan sesuai dengan tuntutan desain perencanaan riset. Peliputan jurnalisme memerlukan perencanaan riset terhadap berbagai sumber informasi.

Strentz membedakan dua sumber berita yang bisa dilacak wartawan, yaitu sumber berita konvensional dan sumber berita non-konvensional. Sumber berita konvensional merupakan sumber informasi yang biasa didapat wartawan di dalam proses operasional pencarian berita. Sedangkan, sumber berita non-konvensional adalah sumber informasi yang didapat dengan cara khusus dan menyangkut sumber informasi yang tidak biasa menjadi rekanan wartawan dalam meliput berita.

 

Sumber Informasi lain: Internet

Kemajuan teknologi informasi menjadikan para jurnalis saat ini menggunakan berbagai kemudahan akses untuk mendapatkan informasi, tak terkecuali dengan pengunaan teknologi internet. Menurut sebuah survei yang disponsori agen public relation Burson-Marsteller, diberitakan bahwa internet telah menjadi tumpuan pencarian bahan riset para jurnalis.

Lebih dari sepertiga reporter yang disurvei mengatakan bahwa internet merupakan tempat pertama untuk mencari data, dan hanya seperempat yang mengatakan mereka akan ke perpustakaan lebih dulu.

Selain itu, lebih dari separuh responden mengatakan bahwa internet bisa diandalkan. Para wartawan itu juga mengatakan bahwa internet bisa diandalkan karena jaminan keamanan serta banyaknya informasi yang disediakan. Studi ini menunjukkan para wartawan tersebut banyak mengahbiskan waktu secara online.

 

Bab VII: Wawancara Investigasi

Di dalam kegiatan jurnalistik, wawancara memang merupakan salah satu kegiatan kewartawanan yang sangat penting. Melalui wawancara, didapat keterangan yang diperlukan wartawan.

Bagi kalangan wartawan, kegiatan wawancara memerlukan upaya khusus terhadap kondisi psikis narasumber. Mereka harus membangun suasana wawancara yang menyenangkan, dapat menempatkan empati, saling membagi perasaan, dan emosi. Berbagai gaya pewawancara juga bisa dilihat dari cara wartawan mendekati subjek. Ada yang dengan cara malu-malu, rendah diri, outgoing, supel, atau yang cenderung mengintimidasi lawan bicara. Tidak setiap gaya pendekatan akan sama berhasilnya pada setiap orang yang diwawancara. Berbagai literatur menyatakan pendekatan yang terbaik adalah pendekatan yang bersifat natural, alami, yang paling membuat pewawancara merasa nyaman.

Kegiatan wawancara dalam jurnalisme investigatif, menekankan pada upaya gigih dari wartawan untuk menjaring fakta. Dalam tiap penggalian fakta, seorang wartawan mesti menyiapkan segala bahan dan data yang berkaitan dengan topik yang hendak diliputnya. Pemadatan informasi, masalah-masalah yang diajukan reporter dan sumber berita, batas waktu, dan gaya pengumpulan berita, menurut Strenz merupakan hal-hal peka yang memengaruhi proses pengalian berita dalam wawancara.

Dari setiap sumber beritanya, wartawan investigatif harus memperhitungkkan kemungkinan manipulasi keterangan yang disengaja atau tidak. Selain itu, ia juga harus memberi perhatian yang sama kepada tiap narasumber.

 

Teknik Wawancara

Beberapa teknik wawancara menurut Nelson secara garis besar adalah.

  • Melontarkan pertanyaan yang tersusun atas dua kata.
  • Keheningan bisa menjadi senjata ampuh bagi sang pewawancara.
  • Jangan melontarkan pertanyaan-pertanyaan tolol.
  • Ada dua metode yang umum dilakukan untuk mendapatkan hasil wawancara:mencatatnya di kertas atau merekamnya.
  • Alat perekam dianjurkan digunakan untuk merekam isu-isu kontroversial.
  • Hasil wawancara harus senantiasa di cek dan re-cek, terutama menyangkut isu-isu kontroversial.
  • Dalam menuliskan kembali hasil wawancara, hal yang kerap dilupakan penulis adalah kaidah bahasa penulisan kalimat langsung menjadi tak langsung. Dan apapun yang diletakkan di antara tanda kutip, kalimat itu harus tepat seperti yang dikatakan.

 

Keterangan Narasumber

Beberapa jenis keterangan narasumber yang harus disepakati, sebelum bahan wawancara ditulis antara lain.

On the record: Semua pernyataan boleh dikutip dengan menyertakan nama serta gelar orang yang membuat pernyataan tersebut.

On Background: Semua peryataan boleh dikutip tapi tanpa menyertakan nama dan gelar orang yang memberi peryataan tersebut.

  • On Deep Background: Apapun yang dikatakan boleh digunakan tapi tidak dalam bentuk kutipan langsung dan tidak untuk sembarang jenis penyebutan.
  • Off the record: Informasi yang diberikan tidak boleh disebarluaskan. Dan juga tidak boleh dialihkan kepada narasumber lain dengan harapan bahwa informasi itu kemudian boleh dikutip.
  •  Affidavit merupakan bahan yang dapat memperkuat berita investigatif karena berbentuk pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah di hadapan notaris publik. Keterangan affidavit menepis kemungkinan penyangkalan narasumber yang menyatakan dirinya telah salah dikutip.

 

Melakukan Wawancara (Investigatif)

Ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan wartawan di dalam melaksanakan kegiatan wawancara, yaitu upaya mempersiapkan wawancara dan mengajukan pertanyaan yang bagus serta upaya mempersiapkan wawancara dengan pengumpulan informasi yang terkait.

Kualitas pertanyaan akan menentukan seberapa bagus berita dapat dibuat. Karena, ajuan pertanyaan yang dilontarkan wartawan itu bisa berarti risiko, ancaman, dan tekanan. Di dalam wawancara yang tengah berlangsung, hendaknya hindari pertanyaan yang menggunakan kata perasaan.

Wartawan investigatif kerap menggunakan pertanyaan yang meminta klarifikasi. Pertanyaan investigatif dapat menggunakan teknik manipulasi sikap seolah-olah mengetahui fakta yang terjadi. Serangkaian pertanyaan juga dapat diajukan secara sengaja walaupun jawabannya telah diketahui.

Selain itu, bagi wartawan investigatf, hal yang sangat mutlak adalah persiapan membaca berbagai peristiwa kontemporer.

 

Jenis-Jenis Wawancara

  • Wawancara Telepon: Hubungan telepon dinilai dapat memangkas waktu dan memungkinkan mengajukan pertanyaan lebih lugas daripada pertemuan tatap muka. Wartawan dimungkinkan untuk mencatat atau merekam komentar tanpa mengganggu pembicaraan. Namun feedback non-verbal tidak dapat diamati wartawan.
  • Wawancara Langsung: Melalui pertemmuan langsung, wartawan dapat lebih banyak memiliki waktu dan kemungkinan mendapat ranah-ranah baru pemberitaan.
  • Konferensi Pers: Konferensi pers sering diartikan sebagai suatu peristiwa yang direncanakan oleh para pejabat atau pengusaha untuk kepentingan dan keinginan sendiri. Suasana konferensi pers membuat wartawan sulit mendapat, atau mengejar informasi yang berharga.

 

Jenis wawancara menurut Itule & Anderson adalah sebagai berikut.

  • Interviews from the Outside In: Interviews from the Outside In merupakan jenis wawancara melingkar yang melibatkan keseluruhan subjek-subjek wawancara dari yang paling tidak penting sampai pada yang paling penting.
  • Smoking-Gun Interviews: Wawancara ini bukan dalam bentuk mengajukan pertanyaan umum, tapi langsung menyodorkan bukti-bukti atau rekaman video mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang diwawancara, dan melontarkan pertanyaan langsung tentang sebuah insiden yang spesifik. Banyak wartawan investigatif mengkritik interview jenis ini karena mereka memepercayai semua narasumber harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan pandanga-pandangan teoritis mereka.
  • Double Checks and Triple Checks: Reporter yang menggarap kisah-kisah investigatif memiliki waktu yang lebih panjang dan tidak megalami tekanan deadline, untuk itu mereka diharuskan melakukan upaya double checks and triple checks pada segala sesuatu yang dikatakan oleh sumber mereka.

 

 

Bab VIIIPenulisan dan Etika Investigasi

Penulisan

Menulis laporan investigasi, tak jauh berbeda dengan kerja redaktur, khususnya dalam kepekaan untuk mengedit naskah tulisan reporter atau copy editing siaran. Penulisan investigatif memerlukan kecermatan dalam mengengkat berbagai fakta yang hendak dilaporkan.

Rangkaian berbagai fakta yang ditemukan selama melakukan riset, tidak perlu dijelaskan dengan sedemikian ekspositoris oleh penulis. Rangkaian fakta yang disampaikan merupakan representasi dari apa-apa yang hendak dihipotesiskan wartawan investigasi.

Penulisan memerlukan upaya yang bersifat pengecekan, evaluatif, atau lontaran saran dan pandangan dari pada narasumber yang telah menjadi informan di dalam pelaporan tersebut. Hal ini sangat penting dilakukan bagi penulisan investigasi dengan tujuan menghindarkan terjadinya ketidaktepatan dan kesalahpahaman yang bisa berakibat fatal.

 

Beberapa Segi Penulisan Investigatif

Steve Weinberg menegaskan bahwa penulisan jurnalisme sastra atau literacy journalism merupakan perangkat yang banyak dipakai para wartawan investigatif ketika melaporkan skandal atau kasus pelanggaran. Literacy journalism tidak hanya menekankan pada pemakaian unsur sastra dalam tulisan, tetapi juga meliputi intensitas laporan yang mendalam.

Pelaporan investigatif juga menjadi sebuah bentuk penulisan yang tidak hanya berisi muatan fakta-fakta tenttang pelanggaran, akan tetapi terkait juga upaya pembuatan kisah berita yang dapat menembus emosi pembaca serta mempersuasi khalayak.

Pembuatan kerangka tulisan juga dibutuhkan dalam proses pembuatan laporan investigasi. Upaya membuat kerangka tulisan berdasarkan kronologi data merupakan alat vital. Pekerjaan ini dapat membantu memudahkan pembuatan susunan sub-plot, mendapatkan angle baru, mencegah hilangnya keterangan penting di dalam pkeutuhan pengisahan investigasi.

 

Sistem Memo: Untuk Menyusun Data

Kegiatan jurnalisme investigasi mengenal sebuah cara pengaturan yang disebut “Sistem Memo.” Sistem yang diusulkan oleh Bob Greene ini merupakan sebuah pengaturan sistem pelaporan yang sangat mendukung kecermatan kerja investigasi.

Sistem ini menjamin panyajian hasil investigasi menjadi sepersis apa yang telah didapat oleh wartawan di lapangan. Sistem memo ini merupakan berbagai berita harian yang dikerjakan wartawan itu sendiri.

Melalui sistem memo, wartawan investigasi emiliki peluang yang terukur untuk membuat sajian penulisan berita yang memikat. Hal ini dikarenakan bahan sudah lengkap, sehingga tinggal menerjakan penulisan akhir saja. Ketika mengerjakannya, dengan memanfaatkan memo-memo tersebut, pelaporan dengan mudah tinggal mengurutkannya saja.

 

Struktur Penulisan Investigatif

Kaidah piramida terbalik digunakan sebagai sarana mengorganisir informasi dari urutan yang paling penting ke yang kurang penting. Pelaporan investigasi juga mementingkan kebutuhan khalayak yang ingin segera menemukan apa yang harus dipahaminya.

Carole Rich menyebut “5 Hal Penting” dalam penulisan berita. Rumus ini dapat dijadikan variasi dari kaidah priramida terbalik. Kelima hal tersebut, yaitu: news (apa yang terjadi atau akan diperitiwakan), context (latar belakang dari kejadian), scope (apakah peristiwa lokal menjadi bagian dari peristiwa atau gejala di tingkat nasional), edge (kemana berita hendak diarahkan dan apa yang terjadi kemudian), dan impact (mengapa menajdi perhatian banyak orang). Sifat dramatis juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan.

Melalui tiga babak pengisahan, struktur kisah dilaporkan. Pada bagian awal kisah digambarkan adanya permasalahan. Bagian tengah menyiratkan berbagai kejadian atau aksi. Sementara itu, akhir kisah dapat memberikan resolusi.

Penulisan investigasi tetap memakai dasar pelaporan yang biasa dikerjakan kalangan jurnalis, yaitu: awal (lead), tubuh (middle), dan penutup (ending).

·Bagian awal

Jenis-jenis lead dari hard news dapat menjadi pembuka yang kerap dipakai wartawan investigasi ketika mereka telah siap untuk membuka kisah penyelidikan yang penuh dengan kerumitan. Untuk itu, pembuka jenis ringkasan (summary) dipergunakan.

Carole Rich memberika bentukan pembuka yang tidak langsung memaparkan permasalahan. Rich menyebutkan jenis descriptive leads, narrative leads, dan anecdot leads, sebagai pengawal kisah berita. Selain itu ada juga pelaporan yang dibuka dnegan lead kutipan langsung.

·Bagian tubuh

Banyak bagiannya yang menggunakan teknik penulisan yang didasari oleh kecakapan penulisan sastra. Penjelasan yang berupa angka-angka atau statistical memerlukan penanganan khusus agar pembaca tidak jenuh dengan uraian yang bersifat teknis.

Bagian ini membangun pengisahan menjadi rincian action dari karakter utama permasalahan yang kompleks, serta perubahan karakter permasalahan. Salah satu teknik penarik uraian, di bagian tengah ini, adalah pengisahan adegan. Melalui adegan, permasalahan dipertunjukkan seluk beluk kejadiannya.

·Bagian penutup

Bagian akhir dari penulisan investigasi seringkali memaparkan kedalaman pikiran dan emosi ke dalam benak pembaca.

 

Etika dan Hukum dalam Investigatif

Pelaporan investigasi memiliki kecenderungan untuk mejadi pelaporan fakta-fakta tanpa bukti atau pelanggaran faktual. Hal ini mengundang banyak permasalahan di dalam soal label atau penjulukan, fitnah, atau pencemaran nama.

Teori penjulukan ini menyatakan bahwa proses penjulukan ini dapat sedemikian hebat sehingga korban-korban misinterpretasi ini tidak dapat menahan pengaruhnya. Untuk itu, warawan harus lebih akurat ketika menggambarkan who and what we are.

Dalam sikap dan perilaku reportasenya, pekerjaan investigative reporting mengandung nilai etik jurnalistik. Wartawan investigasi dibatasi oleh self legislation dan self enforcement di dalam pekerjaannya.

 

 

Bab IXPerkembangan Jurnalisme Investigasi

Amerika mengadopsi istilah investigative reporting sebagai teknik peliputan yang yang cukup bergengsi. Dari istilah tersebut, muncul berbagai jenis peliputan mengenai kasus-kasus yang mengguncang masyarakat.

Pada 1975, investigative reporting telah menjadi jargon populer. Selain itu, para pekerjanya juga mendirikan perkumpulan bernama investigative Reporters and Editors Inc. (IRE) pada akhir 1990-an. Keberadaan IRE ditujukan pada pertumbuhan profesi wartawan investigasi, seperti kegiatan seminar mencari teknik-teknik baru investigasi, pelatihan riset yang menunjang penginvestigasian melalui internet atau alat penginderaan jarak jauh, sampai ke kegiatamn pemberian penghargaan kepada karya-karya investigasi yang terpilih setiap tahun.

Pada November 1998 di Amerika Serikat, diadakan pertemuan awal International Consortium of Investigative Journalist, untuk memberi penghargaan kepada karya-karya terbaik wartawan infestigatif di seluruh dunia.

 

Film Investigatif

Laporan investigasi dapat pula dikerjakan melalui film yang bersifat dokumenter. Dari materi hingga riset, yang ada dalam ciri-ciri jurnalisme investigasi, semuanya sama. Sifat dokumentatif memenuhi paparan audio-visual.

Salah satu pembuat film documenter investigatif independen yang terkenal adalah Robert ritcher. Richer mendapatkan penghargaan seperti Dupont, Emmy Award, Peabody, dan juga nominasi Academy Award atas karya-karyanya

 

Perkembangan Lain: Pengaruh Politik Ekonomi

Selama tiga dekade, dari abad ke-20, media market telah memengaruhi pelaksanaan kerja jurnalisme investigasi. Tekanan ekonomi dan kultural mengidentifikasi perubahan yang terjadi semenjak awal abad ke-20 pertumbuhan jurnalisme investigasi. Nilai-nilai responsibilitas social dan peranan pelayanan public dari jurnalisme investigasi terletak pada perkembangan demokrasi liberal.

Pendekatan ekonomi politik telah memaparkan dampaknya terhadap deregulasi media, kepemilikan media, dan mengidentifikasikan persaingan media. Deborah Chambers memaparkan beberapa kecenderungan itu ketika mengobservasi berbagai perubahan yang terjadi di dalam terminologi jurnalisme investigasi.

Chambers meringkas berbagai perubahan konteks pemberitaan jurnalisme investigasi ke dalam lima faktor. Pertama, keluasan korporasi pemilikan media telah merintangi peran “the fourth estate” jurnalisme sebagai pelayan demokrasi publik. Kedua, berbagai kebijakan deregulasi telah merintangi pemerintah untuk melakukan kontrol terhadap kegiatan monopoli media.

Selain itu, ketiga, deregulasi media mengomoditaskan media berdasar consumer style. Dalam konteks ini, kegiatan jurnalisme investigasi menjadi tergantung pada intensitas kompetisi antara kepentingan khalayak dan kepentingan pemasang iklan. Keempat, keseimbangan reportase investigasi menjadi terukur pada persoalan kedudukan pekerja media antara sebagai pelapor kejadian atau penghasil kejadian. Dan terakhir, kerangka normatif journalictic skill and ideal menjadi didominasi promosi kerja public relations.

Struktur organisasi kegiatan investigasi menjadi terkait dengan sistem yang yang dirancang ekonomi kapitalis yang membawa tujuan bisnis kmpetitif dari kehendak para pemilik saham. Maka, pemberitaan produk jurmalisme investigasi pun menjadi barang komoditas yang dipotensikan sebagai margin peraih laba ekonomi.

Tema-tema liputan jurnalisme investigasi akhirnya juga harus menyesuaikan diri dengan dengan orientasi baru dari konsumen akibat daya gerak pasar informasi yang memintanya.Hal ini pun membuat area pemberitaan investigasi berubah. Dari pemberitaan yang semula amat memburu pelaporan yang bersifat hard, kerja investigasi menjadi lebih banyak mengungkap yang bersifat soft journalism.

Liputan politik, semacam korupsi kepentingan publik, tak lagi terlalu diburu. Orientasi pemberitaan semacam itu direncanakan atau dilaporkan secara fleksibel dan adaptabel, disesuaikan dengan perubahan yang menguat di dalam tatanan ekonomi dan politik masyarakat.